Search This Blog

Saturday, 15 September 2012

Bisnis Ternak Cacing 1998-1999, Bisnis Tipu-tipu Orang Pintar

Bagi pelaku bisnis agribisnis dan para petani tentu kita ingat tahun 1998-1999an, dimulai dari Bogor bisnis ternak cacing mengeliat dengan cepat, masuk kekampung-kampung, bahkan dibeberapa kabupaten menjadi program unggulan, bahkan bupati Lampung barat I wayan Dirpha pada saat itu gencar mempromosikan ternak cacing dan beliau sangat yakin bahwa ternak cacing bisa menjadi program unggulan bagi kemajuan perekonomian lampung barat.

Berbagai studi dilakukan oleh IPB, UNPAD tentang cara beternak cacing yang baik, ditambah dengan analisis-analisn gawur dari beberapa pengamat agribisnis, dosen mapun praktisi bisnis yang dimuat media massa, membuat bisnis ini booming, walau belum jelas tingkat kebutuhan pasar sebesar apa.

Pada saat itu, jelas terdengar dan beredar kabar di media massa, bahwa cacing sangat dibutuhkan oleh industri kosmetik dan bisnis farmasi, sebagai bahan dasar.

Gencarnya pemberitaan membuat banyak orang untuk mencoba bisnis cacing ini, apalagi keuntungannya luar biasa, belum lagi testimoni dari pelaku bisnis, bahwa keuntunganya bisa bisa 2 kali lipat pada puncak usaha ini untuk sekali panen.

Kondisi ini didukung belum pulihnya kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 1998, tingkat pengangguran yang tinggi, sulitnya lapangan pekerjaan, menambah irrasional para pelaku bisnis, pencari kerja dan korban PHK waktu itu.

Boomingnya ternak cacing, membuat beberapa teman yang baru lulus kuliah juga banyak memulai usaha ini, beberapa teman di pasca serjana IPB pun melakukan hal yang sama, ketika saya pulang ke lampung tahun 1998, dikampung sayapun ternyata baru mulai marak ternak cacing.

Beberapa keluargapun ternyata sudah menjadi peternak, ketika dikonfirmasi dari mana awal mulanya bisa ternak cacing ini, ternyata berawal dari info sebuah koperasi di bogor yang menawarkan kerjasama, ditambah dari petugas-petugas dinas pertanian yang gencar mempromosikan ternak cacing beserta tingkat keuntungan yang didapatkan.

Dari awal saya sudah ragu, karena ada keanehan dalam bisnis ini, seorang caon peternak harus terdaptar dikoperasi yang ada dibogor, dan bibit harus dari koperasi, tidak boleh dari yang lain, bila tidak maka hasil panen tidak diterima.

Sekali dua kali panen berjalan lancar, sirkulasi bisnis berjalan, permintaan juga seakan tiada habisnya, kondisi ini menambah banyak orang-orang yang ingin mencicipi bisnis ini, tidak heran pada saat di bogor sudah jenuh, dan sudah mulai ketahuan bisnis tipu-tipu ini, didaerah sedang ramai-ramainya, banyak pejabat daerah pede bicara tentang masa depan cacing ini, tambah membuai rakyat yang memang akses informasinya terbatas.

Sangat wajar, jika dikampung atau dikabupaten terpencil bupati dan pejabat terkait infonya sangat dipercaya, karena selama orde baru juga, yang ada komunikasi satu arah, tanpa perlu rakyat bertanya kebenarannya.

Baru kemudian setelah pasar jenuh, pemodal atau pengusaha baru untuk beternak cacing sulit didapatkan, apa yang dikhawatirkan selama ini terjadi, ternyata yang katanya untuk ekspor ke Australia, untuk industri farmasi dan kecantikan, kenyataanya hanya retorika dagang yang tidak sesuai fakta.

Setelah saya analisa dikemudian hari, apa yang salah dengan bisnis cacing ini?.

Ternyata kebutuhan akan cacing memang dibutuhkan oleh Industri pengobatan, cuman kapasitasnya tidak sebesar itu.

Lantas dikemanakan cacing itu selama masa booming?.

Ternyata produksi cacing itu dijual sebagai bibit untuk calon peternak baru, begitu seterusnya, tidak heran pelaku utama bisnis ini terus menyosialisasikan dengan berbagai macam cara, agar semakin banyak peternak pemula.

Akibatnya setelah pasar jenuh dan tidak ada lagi orang mau ternak cacing, bisnis ini kolaps, cacing ditebarkan kesawah, dibuang begitu saja, karena belum ada yang mau sarapan dengan menu cacing goreng atau belum ada keripik cacing he...he....he

Sudah jelas yang kaya adalah para pengurus koperasi dan para peternak pemula. Sedangkan yang ternak belakangan bangkrut......alias Gatot (gagal total)

Analogi cerita itu ada pada Bunga atau tanaman hias “Gelombang Cinta” yang harganya Jutaan sampai puluhan juta rupiah. Apa yang terjadi? Semua orang menanam bunga gelombang cinta, tapa mengerti siapa yang akan membeli….

Inilah Sebuah penipuan bisnis yang sistematis yang akan kembali berulang dengan produk yang berbeda. Bagi calon pengusaha baru, baiknya tidak terlalu cepat percaya dengan info dari media, dari pejabat pemerintah, sampai para professor sekalipun.

Perlu dianalisa lebih dalam, lakukan kroscek lebih dari satu sumber berita, bila katanya pasaran diluar negeri bagus, bisa juga kita cek melalui internet atau kedubes asing yang ada di Indonesia. Jangan sampai kita ditipu oleh para penipu yang memanpaatkan kelemahan kita, siapapun dia.

No comments:

Post a Comment